Menu Home

Hari Yang Sempurna

Hari ini aku bahagia sekali.

Tidak ada alasan tertentu. Tidak ada sesuatu yang harus dirayakan.

Namun pagi ini aku tahu hari ini akan menjadi hari yang indah.

Aku terbangun dengan lembutnya bantal yang menempel di pipiku. Dan wanginya.. Wangi bersih dari sarung bantal membangunkan setiap sel-sel kebahagiaan yang ada di otakku. Dengan hati yang riang kubuka mata dan membuka jendela kamar.

Ah.. udara dini hari memang sangat sempurna. Sangat segar. Sangat hening. Mendamaikan.

Ternyata sungguh sederhana bahagia bisa tercapai!

Dari kejauhan Pak Taat dan Pak Joko, dua tetanggaku yang rajin sekali solat subuh di masjid, tertawa riang sambil bercengkerama dalam perjalanannya menuju masjid.

Tetangga-tetanggaku memang kebanyakan lansia pensiunan yang menghabiskan banyak waktu di masjid.

Diam-diam kuperhatikan raut muka riang mereka. Dengan peci hitam di kepalanya dan pakaian bersih serta sarung yang dikenakan mereka. Ah.. mereka bahkan sudah menyapa hari lebih dini dari pada aku si anak muda ini! Wajah damai mereka memberikan inspirasi, rasa seperti itulah yang kuinginkan hadir di masa tuaku. Puas, bahagia, damai.

“Eh Teh Jessy! Sudah bangun? Pagi teh. Subuh dulu yah!” sapa Pak Taat dengan riangnya.

“Iya Pak Taat, Pak Joko. Selamat pagi Pak. Hati-hati ke masjidnya!” jawabku sambil tersenyum.

Sejak dua tahun lalu aku pindah ke rumah ini, tidak pernah sekalipun tetangga-tetangga lansiaku ini mengecewakanku. Mereka selalu ramah kepadaku, merangkulku menjadi bagian dari keluarga mereka.

Sejujurnya ketika pertama kali aku membeli rumah ini, ada keraguan di hati ketika kuketahui, mayoritas penduduk di blok perumahan ini adalah para lansia yang sudah pensiun. Apakah aku yang baru berusia 32 tahun dan belum berkeluarga ini akan cocok tinggal di antara para orang tua? Akan tetapi aku hanya mampu membeli rumah di daerah ini dan lokasinya sangat strategis sehingga sangat sulit untuk menolaknya. Lagipula aku tidak ingin lagi membuang uang untuk membayar uang sewa. Namun ternyata, membeli rumah ini merupakan keputusan yang terbaik yang pernah kuambil.

Seperti biasa, aku pun melanjutkan hari dengan rutinitas-rutinitasku. Namun entah kenapa, setiap tahapannya terasa lebih menyenangkan hari ini. Bahkan wangi sabun vanila saja membuatku tersenyum senang! Padahal sudah berbulan-bulan aku memakai sabun ini tiap hari. Tapi hari ini wanginya terasa lebih menyenangkan daripada biasanya.

Bahkan ketika aku menyalakan tv, tidak ada berita-berita mengerikan seperti biasanya. Hari ini malah ditayangkan suatu liputan mengenai para pengungsi terlantar yang akhirnya mendapatkan suaka dari Pemerintah. Berita baik seperti ini selalu membuat hatiku riang!

Tak lama kemudian, hatiku bertambah riang lagi ketika Ibu Siti, tetangga depan rumahku, tiba-tiba mengetuk pintu dengan sepiring pisang goreng.

“Neng, ini Ibu buat pisang goreng kesukaan Neng. Dimakan yah, dibawa ke kantor kalau ga habis”, ujarnya.

Kupeluk erat-erat tetanggaku yang berhati malaikat ini. “Terima kasih banyak, Bu”, ucapku. Sambil kuniatkan dalam hati untuk memberikan kejutan yang spesial untuk hari ulang tahunnya di akhir pekan ini.

Rutinitasku pun berlanjut, begitupun hari yang indah ini.

Di kantor, atasanku memberikan apresiasi atas pekerjaanku. Pekerjaan-pekerjaanku pun terasa lebih menyenangkan hari ini. Tidak membosankan, namun tidak juga membuat kesal. Dalam hati aku ingin bertanya ada apa dengan hari ini, tapi aku hanya ingin bersyukur saja dan menikmati setiap detiknya.

Pulang kantor, aku menyempatkan diri untuk membeli hadiah untuk ulang tahun Ibu Siti nanti, sambil menghabiskan waktu bersama sahabatku, Amanda.

Betapa terkejutnya aku ketika dia bercerita bahwa dia akhirnya sudah hamil 1 bulan! Setelah 7 tahun menikah tanpa anak!

“Jes, kamu orang pertama yang tahu akan hal ini selain aku dan suamiku. Aku masih takut ini tidak nyata. Aku belum berani cerita ke siapa-siapa. Tapi aku ingin sekali berbagi cerita ini dengan kamu, Jes! Aku tidak tahan menyimpan berita ini lebih lama dari kamu”, jelas Amanda. Membuat pertahanan emosiku roboh dan air mata menetes dr pipiku.

Malam itu aku dan Amanda akhirnya menangis tersedu-sedu bersama. Tentu saja semuanya adalah air mata bahagia. Karena perjuangan Amanda untuk dapat mempunyai anak telah sungguh sangat berat beberapa tahun terakhir ini. Segala cara telah dia coba, tanpa membuahkan hasil. Sehingga tidak dapat kutahan perasaan terharu ini ketika mengetahui akhirnya usahanya berbuah manis.

Dalam hati aku berdoa kencang semoga kehamilannya ini lancar dan bayinya dapat menjadi pelipur lara sahabatku ini yang juga baru kehilangan kedua orang tuanya dalam suatu kecelakaan tahun lalu.

Ya, aku yang kehilangan seluruh keluargaku dalam sebuah kebakaran bertahun-tahun lalu, sangat paham penderitaan Amanda ketika sahabatku ini kehilangan orang tuanya. Seperti halnya Amanda telah menjadi penyemangat, pendukung, pelindung dan jangkar yang membuatku tetap bertahan, akupun memberikan segalanya dalam hidupku untuk memberikan peranan itu bagi Amanda.

Jadi, tentu saja, aku sangat bahagia mendengar ada secercah harapan bagi sahabatku ini untuk merasa bahagia lagi.

“Aku sangat sayang sama kamu, sahabatku”, bisikku dengan tulus.

Malam ini aku kembali di tempat tidurku. Sendiri. Tanpa keluarga. Tanpa orang tua. Tanpa kekasih hati. Namun hatiku penuh dengan rasa cinta dari orang-orang di sekelilingku dan aku benar-benar bahagia dan bersyukur akan itu.

“Terima kasih atas hari yang begitu sempurna, Tuhan”, bisikku sebelum memejamkan mata.

#30DWC #30DWCJilid25 #Day4

Categories: 30DWC

Tagged as:

dewimayangsari

Hello - I love writing random stuff from fiction to mental health to relationship to productivity to travel stories. Hope you can enjoy my writings! :)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: