Menu Home

Email Untuk Teman

“Hai teman,

Kulihat kamu tambah jelek saja ya sekarang. Apakah kamu perlu aku pinjamkan uang untuk ke dokter kulit dan sedot lemak? Sungguh sedih hatiku melihat wajahmu di media sosial dengan penuh jerawat dan badan gemuk seperti sudah punya anak 10!

Selain itu, bisakah kamu rawat bayimu itu? Kamu tahu kan aku tidak suka bayi, tapi bayimu itu sungguh-sungguh tidak tertolong lagi. Kasihanilah pengikutmu di media sosial yang harus melihat wajah bayimu yang kotor dan rambutnya yang berantakan. Apakah kamu perlu aku pinjami uang juga untuk membayar pengasuh untuk bayimu?

Ok ok. Aku minta maaf! Aku tahu kamu bersungut-sungut sekarang kesal dengan komentarku. Tapi sebagaimana kamu ketahui, aku tidak pernah berbohong kepada kamu, teman. Semua ini adalah fakta!

Baiklah, kita langsung saja ke pokok permasalahan email ini. Mungkin sudah saatnya aku mengaku saja.

Aku, Diana Wijaya, masih mencintai seorang Kim Nang Gil.

Ya, Kim Nang Gil yang itu. Kamu pasti mengenal sosok lelaki gendut pemarah itu yang sering kali muncul di TV. Dengan gaya rambutnya yang khas, plontos di pinggir kanan dan kiri, dan sedikit rambut tersisa di tengah yang dibuatnya belah dua, belum lagi hidungnya yang sangat bulat, bibir yang sangat tipis dan lebar serta matanya yang sangat sangat sipit, tidak sulit untuk mengingat sosok King Nang Gil dan mengenalinya dimanapun. Dia pun terkenal dengan gaya berpakaian yang bisa dibilang.. lain dari biasanya. Apabila kamu bertemu laki-laki yang menggunakan kemeja ungu dibalut dengan sweater hijau terang dan celana panjang kuning, mungkin kamu baru saja bertemu dengan lelaki aneh itu.

Namun bisa percaya atau tidak, terlepas dari penampilannya yang eksentrik, kamu tidak akan pernah menemui lelaki manapun yang percaya dirinya setinggi Kim.

Mungkin karena kecerdasannya yang membuatnya selalu dicari-cari berbagai perusahaan multi nasional yang melamar Kim untuk bergabung dengan perusahaan mereka. Atau mungkin karena kesuksesannya dalam memecahkan berbagai krisis ekonomi yang dihadapi berbagai negara.

Kim adalah jenius ekonomi yang jarang ditemukan, dan dia tahu itu. Lelaki yang berasal dari tanah ginseng ini tahu, dia lebih dari mata sipit, muka bulat dan badan gendutnya. Oleh karena itu dia sangat percaya diri. Oleh karena itu aku jatuh hati kepadanya. Mungkin kamupun akan menyukainya kalau kamu belum menikahi pria miskin suamimu itu.

Sepuluh tahun sudah aku mengenal Kim, teman.

Masih jelas di ingatanku hari pertama aku bertemu dengannya.

Seoul, 2010.

Hari itu aku memakai setelan rok dan blazer putih andalan untuk bertemu para investor yang tertarik dengan bisnisku. Sudah empat tahun aku merintis bisnis ini, bisnis yang bukan hanya membuat masalah keuangan keluargaku menjadi tidak berarti lagi, namun juga membuat Forbes memasukkan namaku dalam daftar “30 under 30” hingga para investor dari berbagai dunia mengenalku dan ingin bekerja sama denganku.

Kamu pasti ingat saat itu, teman. Kamu sedang sekolah di New York saat itu dan aku meneleponmu sebelum pertemuan yang menegangkan bersama para investor itu.

Saat itu usiaku belum genap 25 tahun, berasal dari keluarga sangat sederhana yang terlilit hutang semenjak Papa terkena kanker otak di tahun 2005. Seperti kamu tahu, teman. Aku dan keluargaku melakukan segala upaya untuk dapat mengobati Papa, meminjam uang kesana kemari untuk membiayai perawatannya sampai ke Singapura. Perawatan yang pada akhirnya sia-sia.. Hanya dalam beberapa bulan kanker akhirnya memang. Papa meninggalkan kami tepat di hari ulang tahunku yang ke-20. Meninggalkan aku, si anak sulung yang saat itu masih di bangku kuliah, dan memaksaku untuk berhenti kuliah. Tentu saja aku harus berhenti, kalau tidak bagaimana aku dapat bekerja tiga pekerjaan sekaligus, terus menerus memutar otak mencari uang dan membiayai Mama dan adik-adikku yang masih sekolah. Belum lagi hutang-hutang peninggalan perawatan Papa yang tetap harus kubayar sampai bertahun-tahun kemudian.

Tapi sudahlah. Itu masa lalu. Papaku sudah beristirahat dengan tenang sekarang. Hutang-hutang sudah terbayar semuanya. Mama dan adik bungsuku sudah hidup dengan baik di rumah nyaman yang baru kubelikan. Kedua adikku yang lain pun sudah selesai kuliahnya dan bahkan mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang sangat bergengsi di ibu kota. Pengorbananku berhenti kuliah ternyata tidak sia-sia.

Kembali ke Seoul, 10 tahun lalu. Kim adalah salah satu investor yang hadir di pertemuan itu. Penampilannya yang tidak biasa menarik perhatianku dari awal. Tapi yang paling menarik adalah gaya berbicaranya yang sangat tegas, namun ada kelembutan di dalamnya. Tentu saja kecerdasannya pun menjadi hal yang sangat menarik dari diri lelaki yang baru kutemui hari itu.

Kim mengomentari bisnisku yang menurutnya sangat “kreatif dan fenomenal” dan dia pun memberikan berbagai alternatif struktur yang dapat menaikan keuntungan bisnis ini berkali-kali lipat dalam waktu singkat. Suatu hal yang belum terpikirkan olehku.

Asal kamu tahu saja, sebagai orang dengan kecerdasan di atas rata-rata, jarang sekali aku merasa kagum dengan kecerdasan orang lain, seperti aku mengagumi Kim. (Dan kamu, teman. Aku tidak akan pernah mau berteman dengan orang bodoh, yang artinya sebenarnya kamu pintar. Sampai kamu bertemu suamimu yang miskin itu dan menikahinya.)

Hari itu Kim membuatku yakin, bahwa dia adalah investor terbaik untuk perusahaanku. Bukan hanya dia akan memberikan modal yang kubutuhkan untuk mengembangkan bisnis, namun dia juga akan memberikan masukan-masukan yang berharga yang dapat kuterapkan di perusahaanku.

Hari itu juga kami sepakat untuk bekerja sama dalam bisnis ini. Kim, yang dari awal pun menghargai kemampuanku dalam menjalankan perusahaan, memilih untuk menjadi investor pasif dan hanya akan memberikan komentar apabila diminta. Tidak ada kendali ataupun persyaratan yang memberatkanku di kesepakatan itu. Poin plus lain yang membuatku jatuh hati.

Bertahun-tahun ke depannya, Kim tidak hanya investorku, namun juga mentorku, tempatku bertukar pikiran, dan pada akhirnya, kekasih hatiku.

Tautan usia 15 tahun tidak menjadi masalah saat itu. Segalanya hanya membuatku jatuh cinta lebih lagi kepada Kim. Aku yakin dia pun merasakan hal yang sama. Di balik sikapnya yang terkadang dingin dan mudah marah, serta kesibukannya dalam mengurus pekerjaannya di berbagai belahan dunia, Kim selalu membuatku merasa dicintai dengan detail-detail perhatian yang meluluhkan hati.

Suatu hari, di hari ulang tahunku, Kim menghilang dan tidak dapat dihubungi. Padahal aku tahu saat itu dia berada di kota yang sama denganku. Sampai malamnya dia menjemputku di hotel, dengan tuksedo dan mobil sport mewah, dia membawaku ke suatu restoran kelas atas yang menyajikan steak dengan review tertinggi di kota itu. Kim tahu aku sangat menikmati steak yang enak.

Ketika aku memasuki restoran itu, betapa kagetnya aku ketika menyadari tidak ada pelanggan lain disana, Kim menyewa tempat itu untuk kami berdua saja! Bukan hanya itu, tidak dapat kutahan kehisterisanku ketika kedatanganku disambut Ali Wong! Ya, kamu tentu ingat teman. Aku membagikan foto bersama standup comedian favoritku itu di media sosial. Tidak pernah ada foto bersama Kim. Pada saat itu aku ingin menjaga kisahku untuk kami berdua saja.

Kamu tahu teman, di balik segala kemewahan itu, kekasihku ini juga tahu betul bukan hanya kemewahan yang kuinginkan di dunia ini. Malam itu Kim memberikan kado terindah untukku, yaitu lukisan yang dibuatnya sendiri. Lukisan yang dibuat berdasarkan suatu foto yang kami ambil bersama ketika kami bertamasya ke danau di dekat rumahku. Sangat sederhana, namun sangat berarti. Kim benar-benar tahu bagaimana mengambil hatiku.

Tapi teman, sebagaimana mungkin kamu ketahui dari berbagai tabloid yang meliput kehidupannya, Kim sudah menikah sekarang. Kim dan istrinya bahkan baru saja memiliki seorang bayi beberapa minggu lalu. Awalnya aku bertanya-tanya apakah bayi itu betul anak Kim, namun ketika kulihat fotonya di media sosial, aku sangat yakin dia betul anaknya.

Hatiku hancur. Bukan karena tidak pernah aku melihat bayi dengan penampilan seaneh itu dengan hidung bulat, mata sangat sipit dan kedua pipi tebal menggantung di wajahnya. Bukan juga aku sedih melihat bayi seusia itu diharuskan memakai baju hangat yang sudah sangat ketinggalan jaman. Bukan. Hatiku hancur karena bayi itu memiliki DNA Kim, tapi tidak DNAku.

Ingin rasanya aku kembali ke masa-masa kami bersama. Kami sangat bahagia. Namun orang tua Kim yang sudah sangat tua memaksanya untuk segera menikah. Dengan wanita Korea pilihan mereka.

Apakah salahku untuk lahir menjadi seorang Indonesia dari keluarga sederhana? Aku sudah sangat kaya raya sekarang, bisa berbahasa Korea, dan kamu sadar kan dari pertemuan kita terakhir? Penampilanku sudah tidak kalah cantiknya dengan selebriti Korea manapun. Mereka akan sangat beruntung mendapatkanku sebagai menantu!

Apakah aku kecewa Kim memilih wanita asing daripadaku? Tentu saja. Namun hatiku tidak dapat berbohong, teman. Hatiku masih dimiliki pria gendut itu!

Jadi teman, aku harus mengakui hal ini kepadamu, agar kamu mengerti.

Aku tidak dapat menerima tawaranmu untuk dikenalkan dengan pria manapun. Karena aku masih mencintai Kim.

Kuhargai dan sangat kumengerti niat baikmu. Tapi aku bahagia dan merasa cukup dengan hidupku sekarang. Kamu tidak perlu khawatir!

Dan asal kamu tahu, banyak pria-pria telah datang padaku, dan mereka jauh lebih menarik daripada pilihanmu itu. Dimana sih kamu menemukan pria-pria sok tampan yang suka memamerkan tubuh atletis mereka itu? Kamu kan tahu aku tidak suka pria bertubuh atletis! Karena biasanya massa otot berbanding terbalik dengan massa otak, teman! Lihat saja suamimu.

Masa sih kamu tidak menyadari, temanmu ini adalah gadis berkualitas tinggi! Kalau aku memutuskan ingin memiliki pasangan, aku dapat menemukannya dengan sangat mudah!

Dengan pertemanan kita yang sudah berpuluh-puluh tahun ini, kamupun pasti sudah mengerti, aku bukanlah orang yang memerlukan kehadiran laki-laki untuk bahagia. Tentu saja terkadang aku sedih ketika kusadari si pria gendut tidak lagi ada di pelukanku. Tapi teman, aku akan lebih tidak bahagia jika aku harus berpura-pura menyukai pria lain. Kuharap kamu mengerti ini!

Duh, maaf sekali! Aku tidak sadar sudah begitu panjang email ini kutulis. Mungkin suatu saat email ini bisa kujadikan cerpen saja! Akan kusumbangkan royaltinya untukmu agar kamu tidak perlu hidup miskin bersama suami dan anakmu lagi.

Kututup saja disini sebelum kamu tertidur pulas membaca racauanku lebih lanjut.

Sahabatmu,

Diana Wijaya

P.S. – aku serius mengenai dokter kulit dan pengasuh untuk bayimu. Akan kukirimkan uangnya sesegera mungkin agar kamu tidak merusak mataku lagi di media sosial!

P.P.S. – kamu tahu kan niatku baik? Aku hanya ingin membantumu. Seperti kamu ingin membantuku dengan mengirimkan foto pria-pria bodoh itu.

P.P.P.S. – Peluk hangat untukmu dan bayi jorokmu.”

Kubaca lagi dengan baik-baik emailku yang panjang lebar. Ah sungguh membosankan. Kuhapus semuanya dan kuketik:

“Hai jelek,

Kamu membuatku kesal, pria-pria itu terlihat bodoh semuanya.

Sahabatmu,

Diana Wijaya”

#30DWC #30DWCJilid25 #Day7

Categories: 30DWC

Tagged as:

dewimayangsari

Hello - I love writing random stuff from fiction to mental health to relationship to productivity to travel stories. Hope you can enjoy my writings! :)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: