Menu Home

Keira

Saldo anda saat ini Rp.300.100.253,-

Keira masih tidak percaya apa yang dilihatnya di layar atm itu.

Akhirnya, setelah menabung dan mengumpulkan setiap Rupiah yang didapat dalam tiga tahun terakhir, sampai juga hari dimana Keira melihat tabungannya berjumlah tiga ratus juta.

Senyum lebar terbentuk di wajah gadis berusia dua puluh lima tahun itu. Dia pun mencetak jumlah saldo di rekeningnya itu dan melangkah pergi.

***

“Mbak Kei, hari ini mau makan apa?” tanya Tika dengan ramahnya. Tika adalah anak dari pemilik warteg langganan Keira ini.

Biasanya Keira hanya memesan nasi, kuah sayur dengan telur dadar, tempe atau tahu. Tidak pernah lauk lain. Minumnya pun biasanya teh tawar panas saja. Sehingga setiap kali makan siang di warteg itu, Keira tidak pernah mengeluarkan uang lebih dari lima belas ribu Rupiah.

Mungkin kalau kamu mengenal Keira dan kebiasaan hematnya itu, kamu akan menggeleng.

Gadis cerdas ini lulus dengan predikat cum laude dan langsung direkrut firma konsultan keuangan terbaik di Jakarta. Rasanya tidak mungkin seseorang seperti itu kekurangan uang sampai setiap hari harus rela makan di warteg yang berada di sebelah kostnya. Itupun hanya sehari sekali.

Pantas saja badan kurus Keira semakin kering saja selama tiga tahun terakhir. Pakaian kerjanya pun terdiri dari hanya satu model saja, yaitu dress kerja hitam. Rekan-rekan kerja dan atasannya memuji keputusan Keira tersebut, karena dipikir mereka Keira meniru Steve Jobs, pendiri Apple, yang terkenal selalu menggunakan turtle neck hitam untuk membantunya mengurangi waktu untuk memilih pakaian setiap hari, agar dia dapat bekerja lebih produktif lagi.

Keira tertawa saja mendengar pujian itu, karena sesungguhnya dia hanya menghemat budget pembelian pakaian kerjanya. Tiga tahun bekerja, Keira hanya membeli tujuh pakaian kerja, lima dress hitam yang dipakainya bergantian setiap hari sejak tahun pertamanya bekerja, dan dua lainnya yang masing-masing Keira beli ketika dia mendapatkan bonus dari kantornya di akhir tahun pertama dan kedua.

Tidak pernah ada yang tahu betapa paniknya Keira setiap kali dia menyadari salah satu dress hitam itu mulai pudar warnanya atau ada sobekan-sobekan kecil karena terlalu sering dipakai. Namun Keira yang cerdas dan kreatif selalu menemukan cara untuk memperbaikinya dan membuat semua pakaiannya tidak terlihat kusam ataupun tua.

Namun hari ini adalah hari yang spesial. Mengetahui hari ini dia sudah mencapai targetnya, dengan percaya diri Keira menjawab Tika:

“Hari ini aku lapar sekali Tik. Aku mau nasi pakai ayam goreng, ikan kembung dan sayur capcay. Ada kerupuk gak? Mau kerupuknya juga dua. Sama bakwan deh. Dua juga. Minumnya teh botol dingin satu dan jus jeruk satu. Esnya yang banyak ya Tik.” lantang Keira.

“Wah Mbak Keira baru dapat bonus ya! Tumben banget ga makan tempe pakai kuah sayur doang.” komentar Tika terkaget-kaget.

“Ah bisa aja Tik, lumayan lah lagi ada rejeki lebih.” sahut Keira.

Tika pun membawakan seluruh pesanan Keira. Seorang supir ojek yang sedang makan di warteg itu terkaget-kaget melihat seorang gadis kurus dengan pesanan makanan sebanyak itu.

Keira pun tersenyum ke arahnya.

“Pak, makan apa saja yang Bapak mau. Saya yang bayar. Puji Tuhan baru dapat rejeki hari ini.” Ujar Keira sebelum meraih ayam goreng dan menggigit makanan yang terasa mewah di lidahnya itu, lidah yang selalu terbiasa dengan tempe.

“Wah yang bener Neng? Makasih banyak, Neng! Alhamdulillah banget ini kebetulan saya belum makan dari kemarin. Sepi banget ini belum dapat orderan seharian.” Jelas si Bapak dengan mata terharu.

Keira pun tersenyum kembali, hatinya teriris sedih, mengingat almarhum ayahnya sendiri yang dulu juga mencari nafkah dengan mencari supir ojek untuk membiayai Keira.

“Udah Pak, makan yang kenyang. Pesen semua. Abisin tuh ayamnya tinggal dua lagi.” Tunjuk Keira.

Dengan lahap dua orang kelaparan itu pun makan kalap dan menghabiskan semua yang dipesannya sampai dengan butiran nasi terakhir.

“Tik, ini kembaliannya ambil aja buat kamu jajan.” Jelas Keira ketika membayar seluruh makanan itu.

“Mbak Kei, serius? Ini lebihnya banyak banget loh.”  Tanya Tika tidak percaya dia mendapatkan tips hampir seratus ribu rupiah dari Keira.

Keira tersenyum dan mengangguk.

Kamu tidak tahu berapa kali aku bersyukur setiap malam mengingat kamu dan ibumu yang suka menambahkan potongan tempe di atas nasiku atau diam-diam menambahkan kuah sayurku dengan beberapa potong daging, karena tahu aku kelaparan.

Tak percaya namun sangat bahagia, Tika pun menerima uang yang diberikan Keira.

“Makasih banyak ya Mbak Kei, semoga sering-sering ya dapat rejekinya.” Jawab Tika, yang memang sangat bahagia menerima uang lebih itu. Langsung teringatnya ibunya yang sedang sakit berhari-hari di rumah namun belum juga dibawa ke Puskesmas. Puskesmas yang terasa begitu mahal ketika seluruh uang yang mereka miliki hanya dapat dibelikan modal jualan di warteg di hari itu.

Dengan senyum puas Keira pun meninggalkan Tika dengan lamunan penuh rasa syukurnya.

Tak sabar Keira ingin segera sampai di rumah Paman Danar, adik dari almarhum Ayah Keira.

***

“Ini bukti transfernya. Saya sudah mentransfer keseluruhan hutang Ayah ya, tiga ratus juta Rupiah seperti yang Paman bilang kemarin.” Jelas Keira sambil memberikan secarik kertas kepada Paman Danar.

Paman Danar, adik yang sangat disayangi Ayah Keira sejak kecil.

Sebelum jatuh miskin dan menjadi supir ojek, Ayah Keira bekerja di perusahaan perdagangan dari Amerika dan menjadi Kepala Bagian Personalia disana. Berpuluh-puluh tahun Ayah Keira mengabdi di perusahaan tersebut, hingga Ayah Keira dapat menyekolahkan Paman Dani dan Paman Danar, adik-adiknya, sampai dengan universitas dan bahkan memberikan kehidupan yang sangat nyaman untuk mereka.

Namun sayangnya, perusahaan tempat Ayah Keira bekerja itu kemudian bangkrut dan dia dipecat tanpa mendapatkan uang pesangon sepeserpun.

Paman Dani saat itu sudah mendapatkan pekerjaan bergengsi di Jepang. Ayah Keira dengar dia kemudian menikah disana dan hidup sangat berkecukupan.

Ya, Ayah Keira hanya ‘mendengar‘ saja, karena setelah pindah ke Jepang, Paman Dani tidak pernah menghubungi lagi Keira dan orang tuanya. Surat-surat dari Ayah Keira pun tidak pernah dibalasnya. Padahal Ayah Keira hanya ingin tahu kabar dari adik yang sangat disayangi dan dibanggakannya itu.

Sementara saat itu Paman Danar masih menyusun skripsi. Kuliahnya menjadi tersendat setelah Ayah Keira jatuh miskin dan dia menjadi sangat marah kepada kakaknya itu. Hubungan mereka pun tidak baik lagi dan Paman Danar mencari cara untuk dapat menyelesaikan kuliahnya sendiri. Pada akhirnya kehidupan memberikan jalan lancar kepada Paman Danar untuk menjadi pengusaha sukses sejak usia sangat muda, namun tidak pernah sekalipun dia mengunjungi Ayah Keira ataupun menerima telepon-telepon darinya.

Tidak Paman Danar, tidak pula Paman Dani, tidak ada satupun dari adik-adik kesayangan Ayah Keira itu yang mendatangi Keira dan orang tuanya setelah Ayah Keira jatuh miskin. Tidak juga ketika beberapa bulan kemudian, ketika Ibu Keira terkena serangan jantung dan mereka harus menjual segalanya untuk biaya pengobatan. Pengobatan yang sangat mahal namun ternyata tidak cukup untuk menyelamatkan Ibu Keira.

Sampai suatu hari pria yang sudah lanjut usia itu pun kebingungan membayar biaya masuk kuliah Keira. Rumah layak yang mereka miliki telah dijualnya dan Keira dan Ayahnya harus tinggal di rumah yang sangat sederhana, berdua saja. Atapnya seringkali bocor. Airnya seringkali tidak mengalir. Listriknya seringkali mati karena mereka selalu telat dalam membayar tagihan-tagihan listrik. Namun setiap harinya Keira dan Ayahnya hidup dengan penuh rasa sayang untuk satu sama lain, Keira merasakan kehangatan Ayahnya di setiap sudut rumah itu. Meskipun seringkali juga pedih hati Keira melihat Ayahnya pulang ke rumah dengan basah kuyup setelah kehujanan di motor. Terus menerus bekerja mencari uang. Agar putrinya itu bisa makan. Agar Keira bisa melanjutkan sekolah.

“Harta Ayah yang paling berharga itu kamu, Kei.” Ujar Ayah Keira selalu.

Maka ketika Ayah Keira sudah kebingungan untuk membayar uang masuk kuliah itu, dia pun menebalkan muka mendatangi Paman Danar untuk meminjam uang. Paman Danar memberikan uang yang sebenarnya tidak seberapa baginya itu.

Dua puluh juta Rupiah.

Itulah nilai awal hutang Ayah Keira kepada Paman Danar.

Namun Paman Danar memberikan hutang itu dengan syarat, yaitu pinjaman itu harus berbunga sangat tinggi!

Dan yang lebih kejamnya lagi, Paman Danar meminta motor dan rumah Ayah Keira untuk dijadikan jaminan. Si kakak yang tidak pernah perhitungan dalam memanjakan adik-adiknya sejak kecil, hari itu harus memohon-memohon kepada si adik agar motornya tetap dapat dia pakai.

“Bagaimana lagi aku bisa membayar hutangku, Danar.” Jelas Ayah Keira saat itu.

Paman Danar pun setuju.

Keira pun bisa kuliah dan lulus dengan predikat cum laude. Ayah Keira pun bekerja pagi siang malam tanpa henti untuk membayar hutang kepada Paman Danar yang terus membengkak seiringnya waktu.

Masih terbayang jelas di benak Keira kejadian pagi itu. Pagi dimana gadis yang baru lulus kuliah itu kebingungan karena tidak dapat menemukan Ayahnya di rumah. Sementara dia sudah berdandan rapi untuk suatu interview pekerjaan pertamanya setelah lulus kuliah.

Keira pun memeriksa halaman mungil di depan rumah mereka, motor Ayahnya pun tidak ada disana.

“Apakah Ayah tidak pulang malam tadi?” batin Keira.

Ketika itu lah ada seorang pria dan polisi memasuki halaman rumah mereka, dan menyampaikan berita terburuk dalam hidup Keira.

Anda putri dari Pak Dedi? Dengan sangat menyesal kami sampaikan Ayah Anda mengalami kecelakaan subuh tadi…”

Keira hanya menatap kosong polisi itu. Tidak dapat lagi didengarnya apapun yang dikatakan selanjutnya.

Tubuh gadis itu pun lemas seketika namun bergetar dengan sangat hebat. Tidak dapat ditahannya teriakan-teriakan hebat yang berburu keluar begitu saja dari mulutnya. Tanpa henti. Sementara air mata pun terus mengalir dari kedua mata besarnya.

Tidak pernah dia bayangkan seburuk ini Ayahnya meninggalkan Keira sendiri, secara tiba-tiba, seperti petir yang tiba-tiba hadir di teriknya siang bolong!

Baru Keira ketahui kemudian, Ayahnya sudah pergi dari dini hari sekali, dan sepertinya kurang tidur, ketika kecelakaan itu terjadi.

Ternyata, sebelumnya Paman Danar mengirimkan suatu pesan singkat.

Mas, hutangmu sudah 200 juta sekarang. Cepat bayar atau kuambil rumah dan motormu sekarang. Sesungguhnya aku tidak suka melihat Mas dan Keira tinggal di kolong jembatan, tapi apa boleh buat, hutang bertahun-tahun kok belum dibayar juga!

Semua kenangan itu kembali hadir ketika Keira melihat lagi wajah Paman Danar dan mengulurkan tangannya, memberikan bukti transfer pembayaran hutang yang akhirnya baru bisa Keira laksanakan setelah bertahun-tahun lamanya.

Keira mengambil dua napas panjang dan ditatapnya mata Pamannya yang penuh kerutan itu. Sakit hati Keira terhadap pria ini tidak pernah berkurang sedikit pun bertahun-tahun ini. Sudah tiga tahun Ayah pergi, namun Keira masih ingat jelas wajah tak peduli Pamannya itu ketika dia dan istrinya melangkahkan kaki dari pemakaman Ayah Keira.

Namun hari ini sangat penting. Keira harus bisa mendapatkan surat rumah Ayahnya. Rumah yang penuh kenangan, sedih dan bahagia, di antara Keira dan Ayahnya. Rumah tempat Keira menghabiskan waktu bertahun-tahun sebelum Ayahnya meninggalkan gadis itu untuk selamanya. Rumah yang menjadi saksi bisu cinta Ayahnya yang begitu dalam untuk putri satu-satunya itu.

Dalam hati Keira menguatkan diri dan menenangkan jiwanya agar tidak meledak seketika di hadapan Paman Danar.

“Dengan ini saya minta Paman Danar mengembalikan surat-surat rumah Ayah.” Ujar Keira dengan tegas.

Keira sudah membayangkan cacian terburuk yang mungkin diberikan Paman Danar kepadanya. Toh Keira sudah paham betul sifat keji dari Pamannya itu.

Namun, betapa kagetnya Keira ketika Paman Danar tiba-tiba menangis tersengguk-sengguk dan kemudian berlutut di hadapan Keira.

“Kei.. Maafkan Paman. Paman banyak salah. Paman banyak dosa. Paman termakan ego Paman sendiri yang kehilangan hidup nyaman ketika Mas Dedi jatuh miskin. Paman telah mengkhianati Ayahmu, Kei..”

Tidak dapat dipercaya, angin apa yang menerpa Paman Danar? Keira sangat terkejut dengan apa yang dihadapinya ini dan tidak tahu bagaimana harus bersikap dan menanggapinya.

Paman Danar pun mengambil kedua tangan kurus gadis yang kebingungan itu.

“Kei, sudah uangnya simpan saja, tidak ada lagi hutang di antara aku dan Ayahmu, maupun denganmu, Kei. Rumahmu pun sudah tidak Paman kontrakan lagi, kamu bisa bebas menempatinya kalau kamu mau.” Jelas Paman Danar diantara sedu tangisnya.

Keira masih tidak bergeming.

Bingung. Marah. Kesal.

Keira tidak dapat menerima permintaan maaf yang terlambat tiga tahun itu.

“Sudah Paman, hentikan.” Ujar Keira sambil mengebaskan tangan Paman Danar.

“Uangnya sudah saya transfer juga. Saya disini hanya mau mengambil surat rumah Ayah. Tolong diberikan secepatnya, saya banyak urusan.” Lanjut Keira dengan ketus.

Lelaki tua itu tidak percaya apa yang didengarnya, namun dia mencoba memahami sakit hati Keira yang tidak akan mudah hilang begitu saja.

“Baik, Kei.” Paman Danar pun menahan isak tangisnya dan melangkahkan diri ke kamar dan meraih surat rumah Ayah Keira.

“Kei, ini surat rumah Ayahmu. Dan ini kunci-kuncinya.” Ujar Paman Danar sambil menyerahkan kunci dan surat rumah yang diminta Keira.

Keira pun menerimanya dan tanpa mengatakan apa-apa gadis kurus itu melangkah keluar.

“Kei,” stop Paman Danar.

“Aku tahu tidak mudah bagimu untuk memaafkan Paman. Tapi Paman mohon, apabila suatu hari nanti kamu menemukan sedikit saja rasa maaf di hatimu, beritahu Paman ya. Paman ingin sekali bisa dekat denganmu sebelum Paman meninggalkan dunia ini.” Lirih Paman Danar, tulus.

Sedetik Keira ingin merasa kasihan dengan lelaki tua itu. Tapi hatinya masih dipenuhi rasa amarah dari memori-memori penderitaan Ayahnya yang selalu melekat dan tidak pernah dapat dia lupakan.

Keira pun melangkahkan kakinya keluar rumah Paman Danar dengan surat rumah di tangannya.

“Ayah, Kei pulang.”

#30DWC #30DWCJilid25 #Day11

Categories: 30DWC

Tagged as:

dewimayangsari

Hello - I love writing random stuff from fiction to mental health to relationship to productivity to travel stories. Hope you can enjoy my writings! :)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: