Menu Home

Peka

Ada rasa yang tidak mudah kupahami setiap kali aku bertemu dengan Ibu tua itu.

Ibu tua yang selalu berdiri di depan gedung kantorku setiap pagi aku tiba.

Garis mukanya yang keras sudah dipenuhi kerutan-kerutan yang dalam. Matanya sangat tajam namun juga memancarkan kelembutan. Rambutnya yang sudah memutih selalu dia ikat rapi, serasi dengan gaya berpakaiannya yang sederhana namun anggun dan elok dipandang.

Setiap pagi, dia menyapaku dengan senyuman hangatnya.

Aku pun selalu membalas senyuman itu dengan anggukan kepala atau senyuman balik.

Tidak pernah ada kata yang terucap, tidak pernah ada bincang diantara kami. Aku bahkan tidak tahu nama Ibu tua itu! Namun kehadirannya seolah-olah menjadi rutinitas dalam pagiku yang tanpa sadar selalu kutunggu-tunggu.

Tidak terkecuali pagi ini.

Pagi ini aku terbangun lebih pagi dari biasa. Aku harus memberikan suatu presentasi penting di kantor yang sudah kusiapkan dari jauh hari. Namun dengan sifat perfeksionisku, tetap saja aku ingin membaca dan latihan lagi pagi ini agar presentasiku berlangsung dengan sempurna. Kusiapkan pula setelan blazer terbaik agar aku terlihat profesional.

Aku pun menyiapkan roti isi keju untuk kumakan di perjalanan menuju kantor. Roti isi keju ini favoritku sejak kecil. Nenekku biasanya membuatkan roti isi keju seperti ini setiap pagi untuk bekalku ke sekolah.

Tiba-tiba aku teringat si Ibu tua yang setiap pagi berdiri di depan kantorku itu.

Aku ingin menyapanya hari ini. Sampai kapan kita hanya bertukar senyuman? Aku siap untuk mengenalnya lebih lanjut.

Kuambil dua potong roti tawar dan sepotong keju tambahan dan membuatkan satu roti isi untuk si Ibu tua. Kubungkus dengan baik-baik dan kutambahkan beberapa apel dan jeruk serta sekotak susu dengan harapan si Ibu tua mau menerimanya dan memakan sarapan favoritku itu.

Seperti bekal sekolahku waktu SD dulu.” Batinku tersenyum penuh dengan rasa nostalgia masa lalu.

Pukul 7.30 pagi, aku sudah sampai di kantor. Kuperhatikan dari jauh, tidak dapat kulihat sosok Ibu tua itu. Aku pun kecewa.

Pak Satpam yang setiap hari berjaga di depan kantor menatapku keheranan.

“Mbak, cari apa?” Tanya Pak Satpam.

“Halo Pak, lihat Ibu tua yang biasa berdiri di sini gak?” tanyaku sambil terus celingak celinguk mencari si Ibu tua.

“Ibu tua yang mana ya, Mbak?” Tanya si Pak Satpam lagi, sambil menaikkan satu alisnya seolah-olah aku menanyakan hal yang tidak masuk akal.

“Itu loh, Ibu yang rambutnya uban semua, yang diri disini setiap pagi!” Jelasku tak sabar, dan kesal karena masih tidak dapat kutemukan si Ibu tua itu. Kuperiksa sampai ke depan gedung-gedung sebelah pun tidak dapat kutemukan sosoknya.

“Mbak, ngomong apa sih. Setiap pagi saya jaga dari jam 6 pagi, ga pernah ada Ibu-ibu beruban yang berdiri di sini.” Ujar si Pak Satpam sambil menjauh, seperti aku ini orang gila yang siap menyerang dia.

Kulirik jam di lenganku, 7.50. Presentasiku akan berlangsung sepuluh menit lagi. Aku pun sudah pasrah dan bersiap-bersiap memasuki gedung kantor ketika tiba-tiba kulihat si Ibu tua dari kejauhan.

Dia tersenyum seperti biasa. Sangat manis sekali dan membuatku nyaman.

Sungguh tak sabar aku untuk memberinya roti lapis ini, dan kemudian bergegas masuk ke lantai 2 untuk memberikan presentasiku.

Aku pun berlari ke arah si Ibu, yang baru kusadari berdiri di tengah jalan raya!

“Ibu! Jangan diri di situ!” Teriakku.

Tiba-tiba kudengar suara bis yang melaju kencang menuju si Ibu, dan bis itu tidak tampak seperti hendak melambat apalagi menghentikan laju kendaraannya.

“Tidak, tolong Tuhan jangan biarkan itu terjadi!” Doaku kencang sambil aku berlari ke arah si Ibu baik hati yang tetap berdiri di sana.

Namun aku terlambat…

Bis terus melaju kencang tanpa menghiraukan si Ibu tua!

Seketika badanku terasa lemas sekali, aku pun tersungkur dan menangis tak tertahankan. Kututup mataku erat-erat, tak sanggup aku untuk melihat wanita baik hati itu terluka.

“Mbak, ga apa-apa?”

Tiba-tiba Pak Satpam sudah berdiri di belakangku dan membantuku berdiri.

Aku sedikit heran, kenapa dia membantuku, bukan si Ibu tua?

Aku pun melihat ke jalan raya di tempat di mana si Ibu tua berdiri dan tertabrak bis tadi.

Tidak ada apa-apa.

Belum sempat aku mencerna apa yang terjadi ketika tiba-tiba si Ibu tua muncul di hadapanku. Tersenyum.

Senyuman yang sangat hangat. Yang sangat kukenal. Yang selalu ada dalam hidupku, mendukungku, menyayangiku, melindungiku, membuatku percaya diri dalam menghadapi apapun dalam hidup ini.

Ya, tiba-tiba aku teringat kenapa senyuman itu terasa tak asing untukku.

Aku pun menangis tersedu-sedu dan mulai berteriak “Nenek! Nenek! Nenek!”

Nenekku yang penyabar, yang merawatku sejak bayi dan membesarkanku hingga aku tumbuh dewasa.

Nenekku yang penyayang, yang selalu menghujaniku dengan penuh perhatian dan cinta sejak orang tuaku berpisah dan tidak ada yang sudi untuk merawatku, bayi mereka sendiri.

Nenekku, yang meninggalkanku sebatang kara lima tahun yang lalu..

Bagaimana aku bisa lupa wajah manusia yang paling kucintai itu?

Apakah kesedihanku yang sangat mendalam atas kematiannya membuat pikiranku memblok semua memori tentang Nenek?

Kulihat lagi Nenek yang berdiri di hadapanku, kusadari pula orang-orang mulai berkerumun, aneh melihat kelakuanku yang menangis sendiri dan berteriak-teriak seperti itu.

Nenek masih tersenyum, senyuman yang sama yang selalu diberikan untukku sepanjang hidupnya.

Namun, lambat laun sosok Nenek mulai pudar.. sampai menghilang.

Kututup mataku sambil membayangkan wajahnya sekali lagi..

“Aku tidak akan pernah melupakanmu lagi, Nek. Beristirahatlah dengan tenang.” Bisikku.

#30DWC #30DWCJilid25 #Day18

Categories: 30DWC

Tagged as:

dewimayangsari

Hello - I love writing random stuff from fiction to mental health to relationship to productivity to travel stories. Hope you can enjoy my writings! :)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: