Menu Home

Terlambat Sepuluh Menit

TANIA

Sudah sejam lamanya aku duduk disini menanti Trey. Dimana sih manusia itu, batinku kesal. Padahal dia yang tadi memaksa-maksa untuk bertemu di cafe ini.

Daripada berdiam diri penuh kekesalan, akupun menyibukkan diri dengan membuka telepon genggam tanpa tahu apa yang dituju.

Pertama, aku buka aplikasi instagram. Kulihat berbagai foto-foto dari teman-temanku yang semuanya hanya seputar dua hal: keluarga atau jalan-jalan. Dua hal yang tidak mampu aku miliki sekarang. Aku pun hanya dapat mendesah dan menghentikan pikiran-pikiranku yang mulai membisikan hal-hal negatif, seolah tak rela hidupku tak semenarik mereka.

Kemudian aku buka aplikasi facebook. Kosong, tidak ada apa-apa.

Aku pun beralih ke twitter, yang ternyata isinya dipenuhi cuitan-cuitan provokatif yang malas kubaca.

Dan terakhir, dengan ragu-ragu aku membuka tiktok, aplikasi yang sangat digandrungi seluruh dunia saat ini. Tapi hanya sepuluh menit aku sudah bosan melihat gaya menari yang itu-itu saja.

Kuhempaskan telepon itu ke dalam tas. Sungguh tidak berguna, pikirku.

Kulihat sekelilingku, ada jam besar di dinding yang menunjukkan pukul 13.10. Sudah satu jam sepuluh menit Trey terlambat. Tidak biasanya dia membuatku menunggu seperti ini. Sahabatku yang sudah kukenal dalam tiga tahun terakhir ini biasanya tidak pernah telat untuk apapun, apalagi untuk bertemu denganku.

Siang ini hanya ada aku dan seorang pria yang memakai jaket kulit coklat di dalam cafe. Kucoba memperhatikan wajahnya yang terasa tidak asing. Raut wajahnya seperti pernah kulihat, namun aku tidak yakin dimana.

Sialnya, tepat ketika aku sedang mencoba memperhatikan wajahnya, pria itu menengadah dan melepaskan pandangan dari sebuah buku yang dibacanya dari tadi.

Buru-buru kupalingkan wajahku. Namun terlambat. Dia menangkap basah aku yang memperhatikannya sedari tadi!

Dia berdiam diri beberapa detik sebelum berdiri dan melangkahkan kakinya ke arahku.

Ya Tuhan, jantungku berdegup kencang!

Apalagi setelah kusadari sosoknya yang sungguh tampan! Ketika dia berdiri, dapat kulihat jelasnya tubuhnya yang atletis yang pasti membuat semua wanita (dan mungkin sebagian pria) menolah setiap kali dia berjalan melewati mereka.

Aku panik sekali, tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Namun pria itu terus berjalan mendekatiku.

“Tania bukan ya?” Tanyanya.

Kok dia bisa tahu namaku?

“Hmm. Iya. Apa kita kenal?” Tanyaku keheranan.

“Gw Reza. Kita dulu sekelas di SMP kelas 2. Udah lupa ya? Gw duduk di belakang kursi lo.”

Ya ampun pantas saja sosoknya tidak terasa asing!

Aku ingat Reza, anak laki-laki yang selalu ramah kepadaku dan mendengarkan semua celotahanku di sekolah. Tapi seingatku dulu dia sangat kurus kecil sekali. Kok dia bisa jadi tampan seperti ini ya sekarang.

“Gila Rez! Apa kabar? Udah berapa tahun ini kita ga ketemu ya! You look great!” Cerocosku tanpa henti.

Reza pun tersenyum.

Ya Tuhan senyumnya pun manis sekali, dengan lesung pipit di kedua pipinya, Reza terlihat seperti malaikat yang baru turun dari langit!

“Thanks Tan. Lo sih masih sama aja kayak dulu, cantik.” Ujarnya malu-malu.

Aku yang tidak terbiasa mendapat pujian seperti itu pun tersipu malu. Namun kuberanikan diri untuk mengajaknya pindah duduk ke mejaku, yang dijawabnya dengan bergegas mengambil barang-barang di mejanya dan memindahkannya ke mejaku.

Sungguh kagetnya aku ketika dengan masih berdiri di depan mejaku, dengan segala tas, telepon genggam dan bukunya, tanpa basa basi Reza bertanya:

“Tan, gw pindah ke meja ini dengan asumsi lo single ya. Karena jujur aja, gw tuh suka banget sama lo dari dulu, dan gw pengen banget untuk bisa jalan sama lo.”

Sungguh kaget aku dibuatnya. Apakah orang ini serius?

Bingung dengan diamnya aku, Reza pun lanjut mengatakan:

By the way, gw single ya.” Ujarnya sambil memberikan senyum manis yang meluluhkan seluruh sel dalam tubuhku.

Tentu saja meskipun gugup aku sadar, aku tidak boleh melepaskan malaikat setampan ini dari hidupku.

“Hahaha. Wow. Iya, gw single, Rez.” Jawabku malu-malu, mencoba menutupi perasaan semangat, bahagia dan segala hal yang terjadi di tubuh dan pikiranku saat ini.

Reza pun tersenyum lagi dan duduk di sampingku.

***

TREY

Sial sekali aku hari ini. Sudah janjian dengan Tania, eh ban mobil bocor di jalan. Telepon genggamku pun mati sehingga aku tidak dapat memberitahu Tania akan keterlambatanku.

Tapi yang penting aku sudah sampai sekarang, aku yakin Tania pun masih menunggu. Aku sangat tahu Tania, dia tidak mungkin pergi begitu saja tanpa mendengar kabar dariku.

Dengan senyum lebar kuraih bunga mawar dari jok belakang dan berlatih lagi kata-kata yang sudah kuucapkan seharian ini.

“Tania, gw cinta dan sayang banget sama lo. Would you be my girlfriend?”

Perfect. Aku yakin Tania akan menjawab ya.

Kulirik jam di dasbor mobil, jam 13.20. Aku sudah sangat terlambat.

Segera aku pun bergegas keluar dari mobil dan melangkahkan kaki menuju cafe.

#30DWC #30DWCJilid25 #Day21

Categories: 30DWC

Tagged as:

dewimayangsari

Hello - I love writing random stuff from fiction to mental health to relationship to productivity to travel stories. Hope you can enjoy my writings! :)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: