Menu Home

Wanita Berambut Besar

Jam menunjukan 3.50 pagi. Langit masih sangat gelap, dunia masih sangat sunyi. Hanya bunyi deruman pelan dari AC dan lemari es yang dapat kudengar..

Namun tiba-tiba aku terbangun dari lamunanku ketika wanita itu tiba-tiba menyalakan lampu ruang tengah tempatku berada, lampunya sangat terang sekali dan menyilaukan, membuatku langsung terjaga dan bertanya-tanya apa yang mau dia lakukan.

Dengan langkah patah-patah dia melangkah masuk ke dalam ruangan, dengan mata setengah tertutup dan dengan rambut tebalnya yang mengembang seperti singa, si wanita menghampiriku. Kuperhatikan rambutnya yang saat ini bahkan lebih besar daripada biasanya, bentuknya kini seperti awan di langit, bahkan lebih besar daripada rambut singa yang biasa kulihat di tv. Bisa dibilang juga malam ini rambut keriting tebal si wanita terlihat seperti gulali raksasa yang sering kulihat dibawa-bawanya beberapa dekade lalu, ketika si wanita (dan aku pun) masih sangat kecil dan tinggal bersama ayah dan ibu. Entahlah, singa, awan, ataupun gulali, yang jelas si wanita dan rambut besarnya mulai mendekat.

Ah jadi teringat ayah dan ibu. Betapa aku sangat merindu mereka berdua. Kedua manusia yang sangat berjasa dalam membesarkanku dan membawaku sampai ke diriku saat ini. Bukannya si wanita tidak merawatku dengan baik ya. Namun dia tidak pernah memberikan perhatian dan kasih sayang seperti yang diberikan ayah dan ibu. Mereka selalu ada untukku. Memberikan perhatian yang tidak pernah diberikan siapapun di muka bumi ini. Sungguh segala kehidupanku dan setiap nafas yang kuhembuskan seumur hidupku, dapat terjadi dengan perhatian dan cinta dari kedua orang itu. Sampai akhirnya mereka meninggalkanku bersama si wanita berambut besar ini untuk selama-lamanya.

Kalau boleh jujur, sebenarnya di samping sifatnya yang jorok dan tidak pedulian, si wanita sebenarnya tidak begitu buruk juga sih. Tapi kalau harus dibandingkan dengan ayah dan ibu sih tentu saja tidak sebanding. Apalagi si wanita hobi sekali duduk di depan komputernya berjam-jam sepanjang hari, sampai lupa memberiku makan ataupun minum, dan kadang, lupa juga memberi tubuhnya sendiri makan dan minum. Belum lagi kadang dia pergi berhari-hari, meninggalkanku di apartemen sepi ini sendiri dalam kesedihan dan kesepian.

Namun aku berusaha tidak mengeluh. Karena bagaimanapun juga, si wanita memungutku di saat aku tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Masih teringat jelas rasanya, hari itu semua orang berpakaian hitam-hitam, berkumpul di rumah ayah dan ibu, saling bertukar cerita tentang kebaikan-kebaikan ayah dan ibu yang ternyata menginspirasi begitu banyak orang. Wow, pikirku. Aku tidak pernah tahu bahwa ternyata ayah dan ibu adalah dua sosok yang menebar begitu banyak kebaikan di luar sana. Tidak sedikit orang-orang berpakaian hitam itu tidak sanggup menyelesaikan ceritanya karena tertahan tangisan tersedu-sedu, seperti orang yang sangat kehilangan sekali. Padahal aku saja tidak menangis. Meski sangat sakit hati ini, aku hanya bisa menatap mereka, satu demi satu, masih tidak percaya kalau ayah dan ibu tidak akan pernah menemui dan menyayangiku lagi.

Saat itulah aku lihat si wanita, dengan wajah pucat pasi, si wanita duduk di sofa hitam kesayangan ibu, dengan tatapan nanar ke arah lantai, sementara beberapa orang menyentuh bahunya, berharap bebannya terangkat dengan setiap sentuhan. Namun si wanita malah terlihat tidak nyaman. Kuperhatikan pula, sama sepertiku, si wanita pun tidak menangis, mungkin masih tidak percaya bahwa ayah dan ibu benar-benar pergi. Ingin aku lari ke arahnya dan memeluknya, aku ingin berbisik betapa aku pun merindukan ayah dan ibu, dan akupun berharap ini semua hanya mimpi.

Seperti dapat membaca pikiranku yang sangat ingin menghampiri dan menghiburnya, tiba-tiba si wanita mengangkat wajah pucat pasinya dan menatapku lekat-lekat, sangat lamaa sekali… Hanya wajahnya yang saat itu menenangkanku, sampai semua perkataan orang-orang di ruangan itu tak dapat kudengar kembali. Aku hanya terfokus kepada nyamannya tatapan pilu dari si wanita berambut besar. Saat itu aku tahu, kami memiliki satu sama lain.

Kini dua mata besarnya kembali menatapku. Di bawah rambut tebal besarnya, aku dapat melihat jelas bahwa ternyata kedua matanya sembab seperti habis menangis.

Hai Greeny.. sapa si wanita.

Aku mencoba tersenyum, meskipun aku tak tahu apakah dia bisa melihatnya.

Maaf ya aku tidak merawatmu sebaik ayah dan ibu.. Pasti kamu rindu ayah dan ibu juga ya.. Aku juga Green.. Tidak bisa tidur aku saking rindunya..

Bisik si wanita, terbata-bata. Air mata perlahan-lahan turun dari kedua matanya.. mengalir deras di pipinya.. Tanpa suara.. Tanpa berita. Seperti layaknya sakit hati yang mendalam, tidak pernah ada orang yang tahu. Hanya kita yang merasakan sakitnya.

Tapi aku mengerti sekali. Karena akupun merasakan sakit yang persis sama.

Greeny.. Kita bisa bertahan kan ya.. Tanpa ayah dan ibu. Kamu harus tetap berjuang hidup dan aku berjanji akupun akan berjuang hidup, demi ayah dan ibu, demi kamu juga.

Helaian daun-daun besar dengan warna hijau kemerahan pada tubuhku pun seperti bereaksi.. Mereka yang telah sedikit layu ketika ditinggal beberapa hari oleh si wanita, mulai memberikan harapan kehidupan. Inikah kekuatan dari rasa sayang dan perhatian seseorang? Dia dapat menghidupkan harapan yang sudah hampir mati sekalipun.

Maaf ya aku telah menyakiti diriku sendiri.. Sehingga harus meninggalkan kamu sendiri disini, Green.. Aku sungguh putus asa. Aku sangat rindu ayah dan ibu, dan aku merasa kepergian mereka yang tiba-tiba sangatlah tidak adil. Aku tidak bisa menerima takdir menyakitkan ini..

Hening, tidak ada yang dapat kupikirkan. Andai saja aku dapat memeluk si wanita yang tubuhnya sudah sangat kurus itu.. dan semakin mengurus semenjak kepergian ayah dan ibu…

Pelan-pelan di tengah isak tangisnya, si wanita menggapai helaian daun-daun di tubuhku, dan menyeka debu-debu di atasnya. Setiap usapan membuat seluruh tubuhku nyaman dan merasa dicintai lagi. Andai saja aku dapat memberikan rasa yang sama untuknya!

Ya, kami tidak sempurna. Namun saat ini aku diingatkan kembali, setidaknya kami memiliki satu sama lain.

Categories: 30DWC

Tagged as:

dewimayangsari

Hello - I love writing random stuff from fiction to mental health to relationship to productivity to travel stories. Hope you can enjoy my writings! :)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: